UMP 2025 Naik 6,5%, Saiq Iqbal: Kami Terima Keputusan Presiden Prabowo
Kenaikan upah minimum
Said Iqbal menjelaskan tujuan utama dari aksi ini adalah untuk menuntut kenaikan upah minimum tahun 2025 sebesar delapan persen hingga 10 persen.
Penetapan kenaikan upah ini tidak boleh menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang upah minimum, karena peraturan tersebut saat ini masih dalam proses uji materi di Mahkamah Konstitusi.
“KSPI dan Partai Buruh telah mengajukan judicial review terhadap UU Cipta Kerja yang menjadi dasar PP tersebut. Oleh karena itu, KSPI menolak penggunaan PP Nomor 51 sebagai dasar untuk penetapan upah minimum tahun 2025 dan meminta Menteri Ketenagakerjaan ad interim tidak mengambil keputusan apapun terkait upah sebelum hasil uji materi diumumkan oleh Mahkamah Konstitusi,” ujar dia,
Selain tuntutan kenaikan upah, KSPI dan Partai Buruh juga mendesak pencabutan UU Cipta Kerja, khususnya kluster ketenagakerjaan dan perlindungan petani.
UU Cipta Kerja ini dinilai sangat merugikan buruh dan petani, dan proses judicial review terkait undang-undang tersebut saat ini sudah memasuki tahap Rapat Permusyawaratan Hakim di Mahkamah Konstitusi.
Buruh berharap agar undang-undang ini segera dicabut, sesuai dengan uji materi yang sedang berlangsung.
Said Iqbal menekankan bahwa selama dua tahun terakhir, upah buruh tidak naik atau hanya mengalami kenaikan yang berada di bawah tingkat inflasi, sehingga daya beli buruh terus menurun.
Situasi ini diperburuk oleh kabar bahwa pemerintahan yang baru akan menetapkan upah minimum di bawah tingkat inflasi, sebuah langkah yang sangat tidak adil bagi buruh.
Oleh karena itu, ratusan ribu buruh akan turun ke jalan untuk memastikan hak mereka dipertahankan dan diakui.
“Aksi ini akan berlangsung di berbagai kota besar dan kawasan industri, termasuk Jakarta, Bandung, Bogor, Bekasi, Karawang, Tangerang Raya, Cilegon, Surabaya, Semarang, Medan, Batam, Pontianak, Makassar, Kendari, dan banyak lagi. Di beberapa wilayah, aksi akan dilakukan secara bergelombang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh masing-masing serikat buruh di daerah tersebut,” sebut dia.
Said Iqbal menegaskan bahwa sebelum pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2024, KSPI dan Partai Buruh tidak akan melakukan aksi. Aksi besar-besaran ini akan dimulai pada 24 Oktober dan berlangsung hingga 31 Oktober 2024, sebagai bentuk desakan kepada pemerintah untuk segera menaikkan upah dan mencabut UU Cipta Kerja.
Jakarta,REDAKSI17.COM– Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, memberikan pernyataan yang menarik perhatian dalam acara Bimbingan […]
-- Gelombang protes mengguncang Georgia setelah keputusan kontroversial pemerintah untuk menunda upaya negara bekas Soviet itu bergabung dengan Uni Eropa.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahasiswa dan buruh akan menggelar unjuk rasa hari ini, Kamis (22/8/2024). Pengguna kendaraan bermotor diimbau hindari dua lokasi ini.
Menurut Polda Metro Jaya, aksi demonstrasi tersebut tercatat akan dilakukan di dua lokasi, yaitu di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kamis, 22 Agustus 2024, PolMin imbau untuk menghindari arus lalu lintas di sekitaran gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Mahkamah Konstitusi (MK) dikarenakan ada kegiatan masyarakat pada pukul 09.00 s/d selesai," demikian dikutip dari akun Instagram TMC Polda Metro Jaya.
Sebagaimana diketahui, demo besar-besaran dalam rangka menanggapi langkah anggota DPR RI yang menganulir putusan Mahkamah Kontitusi (MK) tentang Pilkada.
Upaya DPR yang menganulir putusan MK tersebut dianggap memuluskan jalan bagi putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep untuk bisa maju di Pilkada 2024.
Tak hanya itu, putusan MK yang dianulir tersebut disebut-sebut menjadi upaya 'menyingkirkan' Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) agar tidak ikut di Pilkada Serentak 2024.
Pakar politik Universitas Diponegoro (Undip), Wahid Abdurrahman mengatakan bahwa potensi Badan Legislasi (Baleg) DPR yang akan merevisi keputusan MK merupakan bentuk politik yang tak baik untuk demokrasi.
Dirinya juga mengatakan bahwa potensi demo besar-besaran itu sebagai cerminan rakyat Indonesia lelah dengan proses demokrasi saat ini.
"Kalau kemudian nanti lelah dengan proses demokrasi ini, apakah akan ada demo besar-besaran? Ini sangat mungkin terjadi," jelas Wahid, Rabu (21/8/2024), mengutip Kompas.com (21/8/2024).
Bahkan dirinya juga menyebut bahwa proses politik saat ini merupakan bentuk praktik politik machiavelistik yang menghalalkan semua cara
"Ini yang menurut saya, salah satu legasi yang paling buruk yang ditorehkan oleh Pak Jokowi (presiden) dan DPR periode sekarang," katanya lagi.
Mahasiswa Siap Turun ke Jalan
Sementara itu Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) berencana akan menggelar aksi turun ke jalan dengan menuntut agar DPR tidak menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pilkada.
Hal ini disampaikan oleh Koordinator Isu Reformasi Hukum dan HAM BEM SI, Fawwaz Ihza.
Jaksa Agung mengusulkan untuk dilakukan razia besar-besaran dan perampasan terhadap buku berpaham komunis. Pernyataan Jaksa Agung ini justru melegalisasi tindakan main hakim sendiri dan bertentangan dengan berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk UUD NRI 1945. Pernyataan Jaksa Agung tersebut merupakan preseden buruk dan mengancam praktik demokrasi di Indonesia.
Rezim kewenangan penyitaan oleh Kejaksaan terhadap barang cetakan, termasuk buku, sudah berakhir pasca UU 4/PNPS/1963 dinyatakan inkonstitusional oleh MK melalui Putusan Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010. Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa tindakan penyitaan terhadap buku seharusnya merupakan perintah dari putusan pengadilan, bukan sekadar hasil pengawasan Kejaksaan.
Pasal 30 ayat (3) huruf c UU 16/2004 tentang Kejaksaan menyatakan bahwa Kejaksaan melaksanakan kegiatan dalam pengawasan peredaran barang cetakan. Pasal 2 Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang larangan terhadap kegiatan menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta Media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut kerap menjadi dasar pengawasan yang kemudian berujung pada penyitaan buku oleh Kejaksaan.
Ketentuan itu kemudian diperkuat dengan ketentuan dalam Pasal 107a UU Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP yang mencantumkan adanya sanksi pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun bagi mereka yang menyebarkan dan mengembangkan ajaran komunisme dalam berbagai bentuk dan perwujudan.
Dalam menegakan ketentuan pasal-pasal tersebut tidak dapat sembarangan dengan melakukan Razia besar-besaran, melainkan harus memperhatikan kepada aspek hukum acara, atau prosedur yang berlaku. Hal itu dilakukan untuk menghindari kesewenang-wenangan dari aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan. Selain itu, penyitaan suatu barang adalah bentuk dari upaya paksa atau pembatasan hak asasi seseorang yang sudah dijamin pemenuhannya oleh Konstitusi. Adapun prosedur yang dimaksud adalah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 38 KUHAP yang menyatakan bahwa penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat. Dengan adanya Pasal 38 ini dalam KUHAP dapat dimaknai bahwa penyitaan oleh Kejaksaan dilakukan dalam konteks proses peradilan.
Kewenangan pengawasan terhadap barang cetakan yang dimiliki oleh Kejaksaan saat ini juga diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan. Dalam Pasal 69 ayat (3) menyebutkan bahwa Kejaksaan turut melakukan pengawasan terhadap substansi buku untuk mewujudkan ketertiban dan ketenteraman umum. UU Sistem Perbukuan tidak menjelaskan tindak lanjut dari hasil pengawasan yang dilakukan oleh Kejaksaan. Ketentuan mengenai pengawasan itu akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah, yang mana pembahasannya harus dilakukan secara akuntabel dan transparan agar kemudian tidak bertentang dengan Putusan MK Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010.
Peran Kejaksaan dalam pengawasan sistem perbukuan tidak tepat. Aparat penegak hukum seharusnya bertindak pasif menunggu adanya laporan dari masyarakat yang merasa dirugikan terkait substansi buku. Yang lebih diperlukan dalam membangun pengawasan terhadap sistem perbukuan saat ini adalah menghidupkan ekosistem perbukuan, dengan mengaktifkan peran dari organisasi profesi yang berhubungan dengan penciptaan dan peredaran buku, seperti penulis dan penerbit. Organisasi profesi harus mampu untuk menciptakan mekanisme internal dalam membangun nilai-nilai, melakukan pengawasan, bahkan sampai kepada penindakan yang berdampak secara internal anggotanya. Mekanisme itu akan memicu terciptanya penilaian yang lebih obyektif karena menilai profesinya sendiri, dibandingkan melibatkan Kejaksaan yang sebenarnya tidak hidup dalam dunia perbukuan. Sistem pengawasan itu seperti halnya yang dibangun dalam dunia pers di Indonesia. Sedangkan penyelesaian secara pidana, yang dapat berakhir pada upaya paksa atau sanksi pidana, seharusnya merupakan cara paling terakhir (ultimum remidium).
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mendorong untuk Presiden Joko Widodo untuk:
Fajri Nursyamsi (0818100917)
Jakarta, CNBC Indonesia - Ribuan buruh kembali akan menggelar demo besar-besaran di Jakarta hari ini, Kamis (31/11/2024). Mereka akan mendengarkan langsung putusan Mahkamah Konstitusi soal gugatan Undang Undang Cipta Kerja.
Massa buruh akan berkumpul pada pukul 09.15 WIB di IRTI/Depan Balaikota Jakarta dan Patung Kuda indosat. Kemudian ribuan buruh akan melakukan long march ke Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta.
Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea Bersama Presiden KSPI Said Iqbal akan memimpin langsung aksi ribuan buruh yang akan mendengarkan langsung putusan MK mengenai UU Cipta Kerja yang akan dibacakan pukul 10.00 WIB.
"Rangkaian panjang aksi sudah dilakukan buruh Indonesia untuk menolak UU Cipta Kerja yang sangat merugikan buruh dan masa depan buruh," kata Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea saat dikonfirmasi.
Foto: Ribuan massa buruh dari 14 konfederasi dan federasi serikat buruh tingkat nasional turun ke jalan hari ini, Kamis (24/10/2024). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Ribuan massa buruh dari 14 konfederasi dan federasi serikat buruh tingkat nasional turun ke jalan hari ini, Kamis (24/10/2024). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Ada 7 Poin Penting Dalam Gugatan Buruh di MK :
1. Sistem Pengupahan2. Outsourcing3. Masalah PHK4. PKWT ( Soal Kontrak Kerja )5. Tenaga Kerja Asing6. Istirahat Panjang dan Cuti7. Kepastian Upah Untuk Pekerja Perempuan Yang Menjalani Cuti Haid dan Cuti Melahirkan
"Di dalam persidangan MK kuasa hukum buruh sudah memberikan dasar argumentasi yang kuat untuk gugatan tersebut. Kami memiliki keyakinan yang sangat kuat Majelis Hakim MK Yang Mulia akan memutuskan dengan seadil-adilnya dan perjuangan panjang Buruh tidak akan sia-sia," lanjutnya.
Dia bilang UU Cipta Kerja sangat dirasakan dampaknya merugikan Buruh dan juga masa depan Buruh Indonesia.
"Kami juga berharap sebagai Presiden Buruh aksi yang akan dilaksanakan hari ini 31 Oktober berjalan dengan damai di seluruh Indonesia," sebutnya.
Saksikan video di bawah ini:
Georgia - Warga Georgia memprotes pemerintah karena membatalkan perundingan dengan Uni Eropa. Unjuk rasa berujung ricuh saat kepolisian menembakkan air dan gas air mata.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal. Foto: Medcom.id/Anggi Tondi
Demonstrasi ini akan melibatkan ratusan ribu buruh, termasuk guru, di 38 provinsi dan lebih dari 350 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Aksi ini dilakukan untuk memperjuangkan dua isu utama, yaitu kenaikan upah minimum tahun 2025 dan penoalan terhadap omnibus law UU Cipta Kerja.
"Aksi demonstrasi selama tujuh hari berturut-turut ini akan dilakukan secara serempak di beberapa daerah dan bergelombang di daerah lain. Pada 24 Oktober, aksi dimulai di Jakarta, di mana ribuan buruh akan berkumpul di depan Istana Negara," jelas dia dalam keterangan tertulis, Jumat, 18 Oktober 2024.
Setelah itu, aksi akan menyebar ke berbagai daerah, seperti Jawa Barat hingga Kepulauan Riau, Batam, hingga ke berbagai kota industri dan pertambangan seperti Surabaya, Medan, Makassar, Kendari, dan Timika pada 25 Oktober, diikuti oleh wilayah-wilayah lainnya hingga 31 Oktober 2024.